Jumat, 08 Oktober 2010

Analisis Semiotik

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sastra merupakan disiplin ilmu yang mempunyai definisi yang berbeda-beda oleh para ahli. Istilah sastra belum pernah ada kesepakatan antara para ahli untuk mendefinisikannya dengan sama. Hal itu disebabkan karena definisi yang diberikan hanya menekankan satu atau beberapa aspek karya sastra aja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu. Atau malah sebaliknya terjadi, yaitu batasan yang mereka buat ternyata terlalu luas dan longgar sehingga dilingkupi hal-hal yang jelas bukan sastra. Kata ‘sastra’ dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi instruksi atau petunjuk. Akhiran –tra biasanya menunjuk alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Awalan su- berarti baik, indah, sehingga susastra dapat dibandingkan dengan belles-letter atau tulisan indah (A. Teeuw 1984: 23).
Pradopo (dalam Suharianto, 2005:8) mengatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Sebuah puisi dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan semiotik. Analisis semiotik yang diterapkan pada puisi berbeda dengan semiotik yang diterapkan untuk prosa. Semiotik puisi sebenarnya tidak akan berhenti sampai pada perangkat puitiknya saja, melainkan dapat sampai pada melacak latar belakang ideologi pengarangnya, atau latar belakang puisi yang ditulisnya.
Puisi adalah karya sastra yang kompleks pada setiap lariknya mempunyai makna yang dapat ditafsirkan secara denotatif atau pun konotatif. Puisi merupakan suatu karya sastra yang inspiratif dan mewakili makna yang tersirat dari ungkapan batin seorang penyair. Sehingga setiap kata atau kalimat tersebut secara tidak langsung mempunyai makna yang abstrak dan memberikan imaji terhadap pembaca. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat membentuk suatu bayangan khayalan bagi pembaca, sehingga memberikan makna yang sangat kompleks.
Puisi ‘Celana Ibu’ sangat menarik untuk dikaji berhubung karena puisi ini cenderung bernada kristiani, dan sangat jarangnya ditemukan puisi-puisi berbau rohani Kristen. Puisi ini diciptakan oleh Joko Pinurbo, salah seorang penulis puisi. Sebelumnya puisi ini saya temukan di salah satu koran bekas yang telah dibuang orang, mungkin mereka tidak membutuhkan serangkaian puisi itu. Akan tetapi, bagi saya sangat berarti sekali dan juga menarik untuk dikaji. Dengan alasan tersebut, saya tidak dapat menjelaskan sejauh mana pengarang percaya dengan ajaran Kristen. 
Puisi “Gelombang Karang” merupakan salah satu puisi karya Zainal Arifin Nasution dalam kumpulan puisinya “Gelombang Karang”. Kumpulan puisi ini saya pinjam di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Kumpulan puisi ini kurang lebih berisi 110 buah puisi, yang diterbikan tahun 1995. Saya mengambil puisi tersebut karena, saya terinsiprasi terhadap pengarang, dan menimbulkan rasa penasaran bagi saya karena judul puisi itu dijadikan sebagai judul kumpulan puisi tersebut. Saya bertanya dalam hati apa yang diistimewakan penulis dalam karyanya itu sehingga “ Gelombang Karang “ dijadikannnya sebagai judul kumpulan puisinya.

1.2  Rumusan Masalah
            Menganalisis puisi adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Dalam lapangan semiotik, yang penting yaitu lapangan sistem tanda, adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda pokok yaitu ikon, indeks dan simbol. Hubungan antara ketiga tanda ini bersifat arbitrer berdasarkan konvensi masyarakat. Sebuah sistem tanda yang menggunakan lambang adalah bahasa.
            Karya sastra merupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi sastra. Karena sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Dalam sastra konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra.dalam karya sastra kata-kata ditentukan oleh konvensi sastra, sehingga timbul arti baru yaitu arti sastra. Jadi arti sastra itu merupakan arti dari arti, untuk membedakan arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama disebut meaning dan arti sastra disebut makna (significance). Makna sajak bukan semata-mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan, daya liris, pengertian yang timbul oleh konvensi sastra, misalnya tipografi, enjabement, sajak, barik sajak, ulangan, dan lainnya lagi.
Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan. Memberi makna sajak berarti mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sajak, maka menganalisis sajak itu tidak lain adalah memburu tanda-tanda, dikemukakan oleh Culler dalam The Pursuit of Sign (1981). Studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda dan karena itu menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (Preminger, 1974: 981). Maka dalam menganalisis sajak terutama dicari tanda-tanda yang lain yang merupakan konvensi tambahan dalam puisi.
            Semua kenyataan kultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri.  Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang lebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, mendorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.
            Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3) pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Misalnya; mangacungkan jempol kepada kawan kita yang berprestasi. Dalam hal ini, tanda mengacu sebagai pujian dari saya dan ini diakui seperti itu baik oleh saya maupun teman saya yang berprestasi. Makna disampaikan dari saya kepada teman yang berprestasi maka komunikasi pun berlangsung.
1.3  Landasan Teori
                Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial (Sobur, 2004: 95). Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra Teew (1984:6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.
            Para ahli semiotik modern mengatakan bahwa analisis semiotik modern telah diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis yang berasal dari Swiss bernama Ferdinand de Saussure (1857 - 1913) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce (1839-1914). Peirce menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda. Semiologi de Saussure berbeda dengan semiotik Peirce dalam beberapa hal, tetapi keduanya berfokus pada tanda. Seperti telah disebut-kan di depan bahwa de Saussure menerbitkan bukunya yang berjudul A Course in General Linguistics (1913).                        
Pelopor ilmu semiotik ada dua yaitu : Ferdinand de Saussare dan Charles Sanders Peirce. Saussare yang dikenal sebagai Bapak Ilmu bahasa modern mempergunakan istilah semiologi, sedangkan Peirce yang seorang ahli filsafat memakai istilah semiotik. Dalam perkembangan ilmu semiotik yang kemudian, terlihat adanya perbedaan antara keduanya, semuanya disebabkan karena mereka berasal dari dua disiplin ilmu yang berbeda. Peirce memusatkan perhatian pada berfungsinya tanda pada umumnya dengan menempatkan tanda-tanda linguistik pada tempat yang penting, namun bukan pada umumnya. Sedangkan Saussure mengembangkan dasar-dasar linguistik secara umum, kekhasan teorinya terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap bahasa sebagai sebuah sistem tanda ( Van Zoest, dalam Suddjiman & Van Zoest, 1992 : 2).

2). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa  pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, warna , bendera, patung, tari, musik, dan lain lain.
a. Teori semiotik Pierce
            Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut representamen (referent). Jadi, jika sebuah tanda mewakilinya, hak ini adalah fungsi utama tanda. Misalnya, anggukan kepala mewakili persetujuan, gelengan mewakili ketidaksetujuan. Agar berfungsi, tanda harus ditangkap, dipahami, misalnya dengan bantuan kode. Proses perwakilan itu disebut semiosis, yaitu suatu proses dimana suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya (Hoed, 1992: 3).
Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan, yaitu :
1.      Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan. Ikon bisa berupa, foto, peta geografis, penyebutan  atau penempatan.
2.      Indeks, jika berhubungan dengan kedekatan eksistensi
Misalnya, asap hitam tebala membubung menandai kebakaran, wajah yang muram menanadai hati yang sedih, dan sebagainya.
3.      Simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi (Abrams, 1981 : 172 ;Van Zoest, 1992 : 8 – 9 ).
b. Teori semiotik Saussure
            Toeri Saussure sebenarnya berkaitan dengan penegembangan teori linguistik secara umum, maka istilah-istilah yang dipakai oleh para penganutnya pun untik bidang kajian semiotik meminjam istilah-istilah dan model linguistik. Menurut Saussure sistem tanda memiliki dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu signifer dan signified atau penanda dan petanda. Penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedang petanda adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yan terkandung dalam penanda tersebut.
Misalnya bunyi “buku” yang jika dituliskan berupa rangkaian huruf atau lambang fonem : b – u – k – u, yang menyaran pada benda tertentu pada bayangan pendengar atau pembaca yaitu buku. Bunyi atau tulisan ‘buku’ itulah yang disebut penanda, sedang sesuatu yang diacu itulah petanda, dan hubungan antara penanda dan petanda disebut dwitunggal yang bersifat arbitrer, artinya semaunya berdasarkan kesepatan sosial. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa benda yang berwujud buku itu disebut ‘buku’ bukan ‘bulan’. Kesepakatan itu dapat saja tidak berlaku dalam masyarakat (bahasa) yang lain yang telah memiliki kesepakatan sendiri.
            Semiotika adalah ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. (Panuti Sudjiman & Aart van Zoest, 1992). Tanda bisa terdapat dimana-mana, misalnya : lampu lalu lintas, bendera, karya sastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya (Aart van Zoest, 1978 dan Lavers, t.th.)
Menurut Aart van Zoest, studi semiotika dibagi menjadi 3 (tiga) daerah kerja,  yaitu : (1) Semiotik Sintaksis, studi tanda yang dipusatkan pada penggolongannya, dan hubungan dengan tanda-tanda yang lain caranya berkerja sama dalam menjalankan fungsinya. Namun semiotik sintaksis tidak hanya dibatasi mempelajari hubungan antara tanda di dalam sistem tanda yang sama, melainkan juga mempelajari tanda dalam sistem lain yang menunjukkan kerjasama. Misalnya dalam film, antara gambar dan kata-kata, pada dasarnya berasal dari sistem tanda yang berbeda, tetapi bekerja sama. (2) Semiotik semantik, penyelidikannya diarahkan untuk mempelajari hubungan di antara tanda dan acuannya (denotasi), serta interprestasi yang dihasilkan. (3) Semiotik Pragmatik, penyelidikannya diarahkan untuk mempelajari hubungan di antara tanda dan pemakai tanda.
            Pendekatan semiotika merupakan salah satu cara untuk mengetahui dan mengontrol karya-karya yang dibuat karena Karya seni merupakan suatu tanda yang diciptakan seniman yang dapat dibaca oleh penonton atau penerima tanda. Komposisi merupakan salah satu aspek pokok pertama yang dilihat penonton dalam karya seni, sebab dapat mengkomunikasikan visi seniman dalam arti karya seninya kepada pengamat.
1.4  Metode Penelitian
            Dalam mengkaji karya sastra ini, penulis menggunakan Metode Penelitian Deskriptif. Metode Deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Berdasarkan sumber yang digunakan oleh penulis dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan penelitian perpustakaan dan dokumenter. Artinya bahwa penulis menggunakan buku-buku yang ada di perpustakaan yang memiliki hubungan terhadap isi makalah ini. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menjawab secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan mengkaji factor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya sebuah tanda yang merupakan rahasia seorang pengarang.












BAB 2
ANALISIS SEMIOTIK

2.1 Kajian Semiotik Puisi “Celana Ibu”  Karya Joko Pinurbo.
“Celana  Ibu”
                                 Maria sangat sedih menyaksikan anaknya
                                 Mati di kayu salib tanpa celana
                                 dan hanya berbalutkan sobekan jubah yang berlumuran darah
                                 ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit
                                 berdiri dari mati
                                 pagi-pagi sekali Maria datang ke kuburan anaknya itu
                                 membawakan celana yang dibuatnya sendiri
                                 “paskah ?” tanya Maria
                                 “Pas sekali bu” jawab Yesus gembira
                                 Yesus naik ke surga

            Puisi terlahir dari setiap makna yang tersembunyi dalam setiap kata-kata yang terangkai di dalamnya. Puisi yang terbungkus kata-kata yang indah dapat dikupas melalui beberapa pendekatan. Misalnya dengan menggunakan kajian semiotik Riffatere. Dalam memahami makna puisi tidaklah dengan tiba-tiba melainkan melalui proses yang panjang. Dalam melihat karya sastra, makna tersebut akan muncul ketika pembaca telah memberikan makna pada karya sastra itu. Hal ini berkaitan dengan semiotika menurut Dick Hartoko (1984:42) yakni bagaimana karya sastra itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang-lambang.
Dalam menciptakan suatu karya sastra, pengarang jelas memanfaatkan semiotika dalam karya sastranya. Seorang pengarang pastilah menggunakan bahasa dalam menuangkan ide-idenya, karena bahasamerupakan sistem tanda. Jadi, dalam semiotika melibatkan tanda atau lambang yang kemudian ditafsirkan oleh masyarakat atau pembaca. Dalam perkembangannya semiotik dikembangkan menjadi disiplin ilmu tersendiri. Salah satunya oleh Michael Riffatere. Ia menganggap bahwa puisi berbicara mengenai suatu hal dengan maksud lain, dan yang menentukan makna suatu karya sastra adalah pembaca secara mutlak, yakni berdasarkan pengalamannya sebagai pembaca. Pembaca haruslah mempergunakan segala kemampuan dan pengetahuannya untuk menentukan apa yang relevan dengan fungsi karya sastra itu. Kajian semiotik Riffatere ini mencoba menemukan makna yang utuh dan menyeluruh dalam sebuah bangunan wacana puitik.
Dalam memahami puisi “ Celana Ibu “ dengan menggunakan kajian semiotik Riffatere ini tentu tidak hadir secara tiba-tiba melainkan melalui proses yang panjang, yakni melalui tahap-tahap diantaranya : pembacaan heuristik yaitu pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik atau tiruan alam yang membangun arti yang berserakan. Kajian ini didasarkan pada pemahaman yang lugas berdasarkan denotatif.
Puisi “Celana Ibu“ karya Joko Pradopo ini cukup menimbulkan suatu pemikiran ada makna yang tersembunyi di balik judul yang tentunya sang pengarang tidak sia-sia memberikan judul tersebut. Dilihat dari kata yang lugas itu, kita ketahui bahwa ‘celana’ merupakan nama dari suatu benda yang memiliki fungsi tertentu. Juga merupakan benda yang dipakai seseorang sebagai pelengkap pakaian. Sedangkan ‘ibu’ (1) sebutan untuk seorang wanita yang telah memiliki anak (2) sebutan seorang anak kepada wanita yang telah melahirkannya.
“Maria sangat sedih menyaksikan anaknya” merupakan penggambaran perasaan maria yang kalut melihat kematian yesus anaknya. Kata ‘Maria’ adalah seorang wanita yang telah melahirkan Yesus. ’Sangat sedih’ menggambarkan perasaan sedih yang mendalam. ‘menyaksikan’ berarti melihat anaknya, menunjukan anaknya kepunyaan atau berarti anak Maria. “ Mati di kayu salib tanpa celana “ merupakan penggambaran dari terbunuhnya Yesus yaitu dengan cara penyaliban. Dalam proses penyaliban Yesus diceritakan tidak memakai celana hanya sehelai kain yang menutupi daerah vitalnya. Kata ‘mati’ artinya meninggal, tewas, atau saat dimana ruh meninggalkan jasadnya. ‘di’ menunjukan tempat (berada), ‘kayu salib’ berarti tiang yang terbuat dari kayu tempat dibunuhnya Yesus. ‘tanpa’ berarti tidak, ‘celana’ berarti benda yang biasa dipakai seseorang untuk menutupi daerah perut ke bawah. “dan hanya berbalutkan sobekan jubah yang berlumuran darah” merupakan penjelasan bahwa pada saat penyaliban Yesus tidak memakai pakaian (setengah telanjang) hanya berbalutkan kain yang menutupi daerah vitalnya yang telah berlumuran darah karena Yesus ditombak. ‘dan’ merupakan kata penghubung dari kata sebelumnya, ‘hanya berbalutkan’ berarti sekedar dibalut atau ditutupi, ‘ sobekan ‘ berarti hasil dari menyobek, ‘jubah’ merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh raja-raja, ‘yang berlumuran’ berarti kata yang menerangkan sesuatu yang dipenuhi dengan sesuatu (darah). ‘darah’ merupakan cairan berwarna merah yang terdapat dalam tubuh manuisa.
“ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit” merupakan penjelasan bahwa tiga hari setelah kematiannya Yesus diceritakan bangkit kembali. ‘ketika’ berarti saat, ‘tiga hari’ merupakan keterangan waktu yang menunjukan rentang waktu. ‘kemudian’ menunjukan kata penghubung yang berarti waktu yang akan datang, ‘Yesus’ yaitu orang yang dianggap Tuhan oleh umat Kristiani, ‘bangkit’ berarti bangun, hidup kembali.
“berdiri dari mati” kalimat ini sangat ambigu untuk dipakai secara harfiah. Kata ‘berdiri’ berarti dalam keadaan tidak duduk, ‘dari’ yakni kata yang menunjukan asal tempat, ‘mati’ berarti tidak bernyawa, meninggal. “berdiri dari mati” dapat berarti pada saat Yesus berada dalam kuburan Ia tidak sama dengan orang mati lainnya, dan juga dapat menyatakan keilahian seorang Yesus yang lebih istimewa dari orang-orang yang telah mati lainnya. 
“pagi-pagi sekali Maria datang ke kuburan anaknya itu” kalimat tersebut menggambarkan suasana di pagi hari saat Maria datang ke kuburan Yesus. Kata ‘pagi-pagi’ berarti menunjukan waktu (pagi hari), ‘Maria’ merupakan ibu dari Yesus, ‘datang’ berarti hadir, ‘ke kuburan’ menjelaskan bahwa menuju suatu tempat biasa dikuburnya seseorang, ‘anaknya’ berarti kepunyaan (anak milik Maria/Yesus), ‘itu’ menunjukan pada suatu objek (Maria). Matius 28:1-10, Markus 16:1-8, Lukas 24:1-12, Yoh 20:1-10, menjelaskan tentang kedatangan Maria ke kubur Yesus.
“membawakan celana yang dibuatnya sendiri” kalimat tersebut terasa ambigu, apa arti yang sebenarnya atau yang dimaksud? Kata ‘membawakan’ berarti sengaja dibawa. ‘celana’ telah disebutkan sebelumnya. ‘yang’ merupakan kata penghubung, ‘dibuatnya’ menunjukan pada pekerjaan yang dilakukan oleh maria, ‘sendiri’ berarti seorang diri atau tidak dengan siapapun.
“paskah”? tanya Maria” kalimat ini terasa ambigu untuk dipahami. Kata ‘paskah’ (1) berarti pertanyaan Mari kepada Yesus, apakah celana yang diberikannya cukup atau tidak. Kata itu juga memunculkan arti yang lain yaitu hari kebangkitan Yesus dalam agama Kristen di sebut hari Paskah. Jadi terdapat hubungan yang sulit untuk dijabarkan dalam artian yang sebenarnya.
“Pas sekali bu” jawab Yesus gembira, kalimat tersebut menunjukan jawaban Yesus kepada ibunya. Sampai pada kalimat ini pun terdapat makna ganda. Kata ‘pas sekali bu’ merupakan jawaban dari Yesus atas pertanyaan dari ibunya, ‘jawab’ berarti balasan atas pertanyaan, ‘Yesus’ telah dijelaskan sebelumnya, ‘gembira’ berarti perasaan senang.
“Yesus naik surga” kalimat itu menjelaskan ketika Yesus diangkat atau naik ke surga setelah kebangkitannya, kata ‘Yesus’ manusia yang di Tuhan kan, ‘naik’ berarti berjalan ke arah atas, ‘surga’ yaitu tempat orang-orang yang terpilih oleh Tuhan.
Selanjutnya, yaitu tahap pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh. Pembacaan ini dilakukan melalui hipogram potensial, hipogram aktual, model dan matriks 1. 
“celana ibu” puisi karya Joko Pinurbo mengisahkan satu peristiwa penting yaitu bagaimana Yesus yang di Tuhan kan oleh umat Kristiani tersebut disalib kemudian bangkit setelah tiga hari kematiannya dan diangkat ke surga setelah empat puluh hari kebangkitannya. “celana ibu” jika ditilik dalam arti sebenarnya adalah sebuah celana yang dibuat oleh seorang ibu untuk diberikan atau tidak diberikan kepada orang yang ia pilih. Judul tersebut mengibaratkan sesuatu yang dirasa dapat menjembatangi makna inti dari puisi itu, walaupun kita tidak bisa secara tepat menyamakan makna yang terkandung dibalik kata tersebut dengan pengarangnya. “celana ibu” judul itu terasa bisa mewakili peristiwa kebangkitan Yesus, karena dalam puisi tersebut disebutkan bagaimana Maria datang ke kuburan Yesus setelah tiga hari kematiannya yaitu pada saat Yesus bangkit. Judul tersebut dapat menjembatangi makna yang ingin dihadirkan oleh pengarang, celana dirasa dapat mewakili makna inti yaitu kematian dan kebangkitan Yesus, karena pada saat yesus di salib ia tidak menggunakan celana hanya selembar kain yang menutupi kemaluannya. Keterkaitan tersebut diaplikasikan menjadi sesuatu yang dapat diibaratkan tanpa mengenyampingkan makna yang sesungguhnya. Kemudian hadir pula makna konotatif (1) “celana ibu” dapat dikatakan merupakan satu pilihan untuk membungkus makna yang ingin dihadirkan oleh pengarang, (2) “celana ibu” menurut penulis dapat pula dikatakan sebagai doa yang diberikan ibu kepada anaknya di luar konteks keterkaitan bahwa Yesus tidak memakai celana waktu di salib. “Maria sangat sedih menyaksikan anaknya mati di kayu salib tanpa celana” menjelaskan bahwa Maria perasaannya sangat sedih melihat Yesus di salib. Ikatan emosional antara ibu dan anak tentulah sangat erat Yesus di salib pada Jumat agung, ia dijatuhi hukuman mati oleh gubernur Roma yaitu Pontius Pilatus.
“Dan hanya berbalutkan sobekan jubah yang berlumuran darah” keadaan Yesus pada saat di salib tidak mengenakan baju. “Ketika tiga kemudian Yesus bangkit berdiri dari mati”, pada hari ketiga tepatnya hari minggu dikatakan bangkit dari kematiannya meskipun ada yang menolak bahwa Yesus bangkit kembali. ”Pagi-pagi sekali Maria datang kekuburan anaknya itu” pada saat itu Maria datang kekuburan Yesus. Paskah kebangkitannya Yesus beberapa kali menampakan dirinya, sebagaimana tercatat dalam Injil. Maria pun pernah melihat Yesus di kebun, hal itu pula yang menjadi satu alasan bahwa Yesus bangkit. “Paskah” tanya Maria disinilah kita dapat melihat bahwa pengarang mencoba mengaitkan kata yang hadir dalam puisi itu dengan makna yang sebenarnya. Pas-kah? Bisa disebut pertanyaan, bisa juga dikatakan menjelaskan suatu peristiwa penting yaitu hari Paskah atau minggu Paskah. Kata itu dilontarkan Maria pada Yesus di saat kebangkitannya. Hal ini dapat mewakili satu pengetahuan bahwa hari kebangkitan Yesus itu disebut Paskah. Walaupun sebenarnya Paskah merupakan nama pulau yaitu pulau Paskah. “Yesus naik ke surga” setelah empatpuluh hari kebangkitannya Yesus naik ke surga.
Paparan mengenai hipogram potensial di atas telah menggambarkan bagaimana Yesus di salib sebagai cara penebus dosa umatnya, yaitu pada jumat agung. Di mana Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh Pontius Pilatus, di salibkan, wafat dan dimakamkan. Matrik yang terlihat yaitu saat tiga hari Yesus bangkit kembali dengan mulia dari orang-orang mati (minggu paskah) kemudian pada kalimat pas-kah? Tanya Maria kalimat itu merupakan pertanyaan yang secara tidak langsung memberi tahu bahwa hari kebangkitan Yesus di sebut Paskah, karena pada saat mengatakannya bertepatan pada bangkitnya Yesus. Yesus dikatakan bangkit kembali pada minggu paskah. Masa paskah dimulai dari pekan suci yaitu minggu palma, kamis putih, jumat agung, sabtu suci dan minggu paskah sampai pentakosta yaitu lima hari setelah kebangkitannya. Setelah kebangkitannya Yesus beberapa kali menampakan dirinya. Pada suatu peristiwa penampakannya Yesus menunjukan st.Petrus sebagai pemimpin atas kawanan dombanya atau dikenal sebagai Paus Palus I. ketika genap empatpuluh hari setelah kebangkitannya, Yesus naik surga. Walaupun demikian umumnya tidak ada umat Kristen yang memandang cerita ini sebagai legenda atau alegori.
 2.2 Kajian Semiotik puisi “ Gelombang Karang” karya Zainal Arifin Nasution
GELOMBANG KARANG
                     Gelombang besar menjulang menggempur karang
                     Terkadang dengan topan dan badai riuh memporak-poranda
                     Karang tetap bertakhta ditengah buncahan gelombang badai
                     Berdebur pecahan gelombang putih-putih menabur garam
                     Pada jajaran karang perkasa sepanjang pantai Barat
                                 Batu karang benteng pemaku pulau agar tak terkuras gelombang

                     Di sekitar ruang karang dan gelombang ikan-ikan berkerumun
                     Burung-burung laut melayang turun naik menyambar rezkinya
                     Pulau-pulau kelapa hijau di laut biru himbau wisata
                     Dan pantai-pantai indah sepanjang jalan saling berbeda
                     Gelombang menggeluti karang dalam romantika alam…
                     Masya Allah, alam ciptaan Tuhan tanda  kebesaran-Nya.
Banda aceh- meulaboh, 3 maret 1995


Dalam memahami puisi “Gelombang Karang”, Pendekatan semiotik pada kajian puisi ini menggunakan teori Riffaterre dan Pierce. Penggabungan dua teori yang hampir tidak senada ini, diharapkan mampu mengungkap makna yang terkandung dalam teks puisi. Hasil analisis menggunakan teori Riffaterre dan Pierce ini akan dipadukan pada bagian simpulan.
Puisi ini terdiri atas dua bait, setiap bait terdiri atas enam larik. Masing-masing larik/baris berbentuk satu kalimat utuh. Kunci utama bait pertama yakni kata ”karang”, itu merupakan sebuah indeks yang mempunyai makna yang cukup luas, “karang” berarti batu kapur di laut yang terjadi oleh binatang-binatang kecil yang mengeluarkan zat kapur. Meskipun dalam KBBI arti kata “ karang”, sangat banyak namun mungkin arti tersebut yang dimaksud oleh pengarang jika dihubungkan dengan dengan ikonnya yakni gelombang yang kita ketahui bahwa terjadi di laut, bahkan kata “gelombang” menggambarkan letak geografis. “pantai barat” juga dapat menggambarkan letak geografis, karena dalam puisi pengarang berada di daerah Aceh pada saat itu.
“gelombang karang”, dibalik judul tersebut pengarang menggambarkan keadaan laut yang selalu menimbulkan gelombang dan karang selalu berdampingan. “gelombang” berarti ombak, riak gelombang, “ karang” berarti batu kapur di laut. Dan biasanya gelombang selalu menghantam batu karang.
“gelombang besar menjulang menggempur karang”, kalimat tersebut memperkenalkan kepada pembaca bahwa keberadaan batu karang yag selalu diterjang ombak. ‘besar’ berarti lebih dari ukuran sedang. “menjulang” berarti terangkat tinggi-tinggi, terlihat menyembul, mendakan gelombang yang sangat tinggi. ‘menggempur’ berarti menghancurkan, menyerang.  Baris pertama tersebut dapat diartikan bahwa ombak yang amat besar dan tinggi yang menghancurkan batu karang.
“terkadang dengan topan dan badai memporak-poranda”, kalimat tersebut kelanjutan dari bait pertama yang menandakan bahwa yang ada saat itu bukan hanya gelombang, akan tetapi badai dan topan. ‘topan’ berart angin ribut, ‘ badai’ berarti angin kencang yang disertai dengan cuaca buruk, “memporak-poranda’ berarti mencerai-beraikan kemana-kemana. Bukan hanya gelombang yang selalu menerpa keberadaan batu karang akan tetapi badai dan topan dapat menghancurkan batu karang.
“karang tetap bertakhta ditengah buncahan gelombang badai”. ‘bertakhta’ berarti tempat duduk raja. Baris ketiga menggambarkan bagaimana kokohnya batu karang walaupun selalu diterjang ombak, badai dan topan  berkali-kali.
“berdebur pecahan gelombang putih-putih menabur garam”, baris ini menggambarkan bahwa bagaimana pun besarnya gelombang, selalu pecah ketika berhadapan dengan batu karang.
“pada jajaran karang perkasa sepanjang pantai Barat” menunjukkan letak batu karang tersebut yakni di pantai barat. Apabila kita menghubungkan dengan keterangan di bagian bawah puisi bahwa pengarang menulis puisinya ini di Meulaboh, Aceh, dapat kita ambil kesimpulan bahwa  pengarang mencoba memperlihatkan kepada pembaca tentang keberadaan batu karang di pantai Aceh.
“batu karang benteng pemaku pulau agar tak terkuras gelombang”, pada baris puisi ini pengarang menyampaikan tanda kepada pembaca bahwa betapa pentingnya batu karang, disamping menjadi tempat tinggal penghuni laut, juga dapat berperan menjaga pantai dari erosi yang disebabkan oleh gelombang laut.
Bait pertama puisi tersebut dapat kita mengkaji maknanya secara konotatif dan denotatif. Secara konotatif dapat kita artikan bahwa batu karang yang berada ditepi laut sangat penting dan mempunyai peranan yang sangat penting bagi penghuni laut pada khususnya dan kepada manusia pada umumnya, karena dapat menghambat gelombang, badai yang datang menerjang pantai.  Keberadaanya dapat mengurangi sedikit pengikisan tepi pantai yang dapat menyebabkan air laut semakin masuk ke pantai, yang pada akhirnya dapat mempersempit pantai. Pengarang juga menyampaikan pesan moral kepada pembaca, meskipun batu karang dapat menghambat gelombang, namun masyarakat tidak terlalu berharap untuk mengandalkan karang, karena  batu karang dapat termakan oleh waktu, artinya bahwa semakin sering ombak menerjang batu karang, sedikit demi sedikt batu karang akan terkikis dan karang dapat hancur, belum lagi dari ulah manusia itu sendiri yang dengan kepentingan pribadinya merusak karang.  Jadi, pembaca diharapkan dapat melestarikan keberdaan karang tersebut. Secara denotatif, bait pertama puisi dapat dimaknai bahwa ‘karang’ menandakan kepribadian seseorang yang sangat teguh dan tidak mudah tergoyahkan, meskipun selalu berada dalam masalah (gelombang, badai, topan). Gelombang, badai, topan menandakan masalah yang selalu menghantui.    
            Pada bait kedua menggambarkan fungsi batu karang sebagai tempat berkerumun ikan-ikan, dan keindahan pantai yang dimaksud oleh pengarang dan kekagumannya atas kuasa Tuhan.
BAB 3
PENUTUP
3.1  Simpulan
         Dengan menggunakan kajian semiotik terhadap sebuah puisi, pembaca dapat mengetahui cara mengkaji sebuah tanda dalam karya sastra. Prinsip utama kajian semiotik yaitu mengkaji gaya bahasa dalam puisi. Untuk melihat karya sastra, harus ditinjau bagaimana proses penciptaan untuk melahirkan system karya itu. Kedua, semiotik menghubungkan system karya itu dengan sistem di luar karya itu, termasuk sistem hidup kebudayaan seluruh masyarakat. Ketiga, semiotik menganggap apa saja yang ditulis pengarang dapat memerankan hal yang penting dalam pembinaan sebuah karya sastra. Keempat melihat bahwa setiap genre sastra mempunyai nilai tersendiri.
3.2  Saran
         Setiap karya sastra mempunyai nilai yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Untuk itu, kita harus bisa menghargai setiap hasil karya pengarang, karena setiap kata yang digunakan oleh pengarang mempunyai pengertian tersendiri dan keistimewaan khusus, serta sangat berarti.



DAFTAR PUSTAKA

Adiel. “Analisis Semiotik”. http://adiel87.blogspot.com/2009/01/analisis-semiotik.html.

Anwar, Desi. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya. Amelia

Aminuddin. 1998. Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung. Sinar Baru

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Fahri. “Semiotika: Tanda Dan Makna”. http://fahri99.wordpress.com/2006/10/14/semiotika-tanda-dan-makna/. 3 Mei 2010


Hoed, Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya: Ferdinand de Saussure, Roland
Barthes, Julia Kristeva, Jacques Dierrida, Charles Sanders Peirce, Marcel Danesi & Paul Perron, dll. Jakarta. Komunitas Bambu

Joko Pinurbo. “ Kajian Semiotik Riffatere”. http://jokpin.blogspot.com/2010/03/kajian-semiotik-riffatere-puisi-celana.html. 3 Mei 2010

Mildawati. “Kajian Semiotika”. http://mildawati-nafasku.blogspot.com/2009/02/kajian-semiotik.html. 3 Mei 2010


Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.2001. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung. Yrama Widia

Nas, Zainal Arif.1995. Kumpulan Puisi: Gelombang Karang. Medan. Gema Tanah Air
Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengajian Susastra. Bandung. Angkasa
Teuw. A, 1984. Sastra dan Ilmu Sastra ; Pengantar Teori Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya
Van Zoest, Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan
Dengannya. Jakarta. Yayasan Sumber Agung

 

http://goestoge.blogdetik.com/2008/11/18/ilmu-semiotika/
http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika

1 komentar:

  1. Baccarat & More | The Bookie
    The bookie is a fun-loving, fun-loving, and fun-loving, always fun-loving group that prides 바카라 사이트 itself on 1xbet korean creating great value and delivering a 메리트 카지노

    BalasHapus